Magel Kaman Pahele #2

Track dari Kandang Batu menuju Kandang Badak tidak terlalu jauh. Memakan waktu maksimal 1 jam. Kita akan melewati air terjun yang terletak kurang lebih 100 m dari kandang batu. Air terjun itu juga menjadi sumber air bersih untuk yang menginap di Kandang Batu.  Sekali lagi, jangan minum air panas campur belerang.

Air Terjun Dekat Kandang Batu

Japar (yang bawa Ikan Teri Main Bola) di Air Terjun Dekat Kandang Batu

Sampai Kandang Badak keaadannya wow sekali. Kavling fully booking. Kalo ada yang mengelola mungkin pas nyampe di awal pintu masuk Kandang Badak akan di pasang tulisan “maaf, full booking”. Saya harus mencari-cari tempat untuk mendirikan tenda. Hampir setengan jam mencari-cari akhirnya dapat juga. Tempat lumayan datar di bawahnya tempat sampah. Sampah sampah dah, gak keliatan ini udah malem. Yang penting bobo.

Buka tenda gak lama, kurang lebih setengah jam. Yang agak lama adalah meng-arsiteki terpal truk yang kami bawa buat diajdikan alas tidur dan dinding pengahalang dingin. Mau tau gimana bentuknya? Liat gambar di bawah ini.

Membuat Tenda Sederahana dari Terpal

Membuat Tenda Sederahana dari Terpal

Ini adalah gambar teknis dari tenda terpal truk. Atasnya memang agak bolong, tapi samping kanan kiri tidak terkena angin dingin. Bagaiamana angin dari luar. Angin dari luar kami siasati dengan menjejerkan carrier yang kami bawa. Luas tenda itu kurang lebih 2 x 2 m. Cukup untuk tidur 3 orang berhimpitan. Tidur berhimpitan akan membuat badan terasa lebih hangat. Namun ada satu hal yang menambah kehangatan, yaitu tidur dengan sleeping bag.

Kami semua membawa sleeping bag, namun sleeping saya berbeda. Sleeping bag saya lebih hangat. Kok bisa? Bisa. Nah inilah cara paling efektif untuk tidur nyenyak dan terhindar dari serangan dingin. Bawalah dua matras. Matras biasa dan matras alumunium foil. Matras biasa digunakan untuk alas. Matras alumunium foil digunakan untuk melapisi bagian dalam sleeping bag dengan posisi bagian yang mengkilap menghadap badan kita. Aluminium foil ini berfungsi untuk menjaga suhu panas yang keluar dari tubuh kita agar senantiasa bekumpul di dalamnya.  Dengan trik ini saya jamin Insya Allah tidur serasa di rumah. Sudah jelas hangat dan jelas tambah empuk.

Camping dengan tenda darurat model begitu jangan pernah diikutin. Karena kalo terjadi hujan, tenda seperti itu bakal banjir atau mungkin hanyut. Pesan moralnya, kalo terpaksa bikin tenda darurat jangan lupa banyak banyak berdoa agar tidak terjadi hujan dan serangan binatang.

Penampakan Tenda Darurat (Terpal Biru) - Kandang Badak Gunung Gede Pangrango

Penampakan Sisi Samping Tenda Darurat (Terpal Biru) – Kandang Badak Gunung Gede Pangrango

Penampakan Sisi Depan Tenda Darurat (Terpal Biru) - Kandang Badak Gunung Gede Pangrango

Penampakan Sisi Depan Tenda Darurat (Terpal Biru) – Kandang Badak Gunung Gede Pangrango

Penampakan Sisi Dalam Tenda Daurat - Kandang Badak Gunung Gede Pangrango

Penampakan Sisi Dalam Tenda Daurat – Kandang Badak Gunung Gede Pangrango

Camping dengan tenda darurat model begitu jangan pernah diikutin. Karena kalo terjadi hujan, tenda seperti itu bakal banjir atau mungkin hanyut. Pesan moralnya, kalo terpaksa bikin tenda darurat jangan lupa banyak banyak berdoa agar tidak terjadi hujan dan serangan binatang. Dan jangan pernah juga ngupil pake gaya model begini:

Ngupil Pake Tang - Kandang Badak Gunung Gede Pangrango

Ngupil Pake Tang – Kandang Badak Gunung Gede Pangrango

Lanjut

Beres membangun tenda, to do list berikutnya adalah makan. Kami menggoreng telur, memasak sarden dan nasi. Yang paling mantap adalah panganan sarden dicampur scramble egg plus royco setengah bungkus. Rasanya? Jangan ditanya… Masak memasak lauk berjalan lancar kecuali nasi. Kami memasak nasi hampir 1 jam setengah. Kenapa? Gak tau kenapa itu nasi masih aja gak matang-matang padahal uda bekerak bawahnya. Analisa saya, itu nasi kurang air waktu masak. Tapi yang namanya di gunung.  Apa saja lenyap masuk perut.

Saya yang punya mag, gak mau terjadi lagi kejadian seperti sebelumnya. Saat beranjak dari kandang batu, saya bungkus nasi sisa hasil masak makan siang. Saat mengetahui gelagat nasi gak matang-matang, saya ijin sama anak-anak untuk makan duluan pake nasi itu tanpa lauk.  Yah, daripada mag kambuh. Tapi Subhanallah, semua berkat pertolongan Allah dan atas izin-Nya ternyata si Japar bawa ikan teri main bola. Ikan teri main bola itu masakan ikan teri medan yang digoreng bersama kacang tanah dan bawang. Jadilah nasi sebungkus itu kita makan bareng-bareng pake lauk ikan teri main bola. Lumayan ganjel nunggu nasi jadi.  Nah, pengalaman bungkus nasi ini bisa jadi salah satu rukun yang gak bisa ditinggalin untuk mereka yang punya mag.

Tips untuk yang berpenyakit mag/ gak boleh telat makan:

  • Setiap selesai waktu makan bungkus lah nasi secukupnya untuk jaga-jaga.
  • Bawa lauk yang tidak harus dimasak: abon, tempe orek kering, rendang, atau ikan teri main bola

Nasi jadi sudah, kita pun makan di dalam tenda. Gak berani keluar karena udara dingin benar-benar menggigit. Brrrr…  Niatnya mah mau ngeceng di pintu masuk, tapi kayaknya tidur lebih baik. Besok pagi harus melanjutkan lagi perjalanan ke puncak.

Jam menunjukan jam 04.45, waktunya naik ke puncak. Bahasa gaulnya kata yan kemah di atas kemah saya Summit. Saya bangun dan membangunkan teman-teman yang lain. Kita pun berangkat jam 05.45 belum termasuk ada yang ketinggalan barang segala. 1 jam dipake ngulet sama meyakinkan diri untuk tidak merugi meninggalkan tidur yang begitu nyenyak dan ganjel perut dengan roti tawar dan susu kental manis.

Perjalanan ke puncak memakan waktu 1-2 jam. Cukup jauh dan memakan tenaga karena tingkat kecuraman yang makin tinggi dan jalan yang sudah didominasi tanah. Jadi gak step by step gitu. Faktor istirahat nyenyak menjadi salah satu faktor yang membuat kita lebih fresh dalam pendakian ke puncak. Walaupun agak kecewa karena sunrise-nya keburu nongol, tapi gak apa-apa. Yang penting summit. Saya sendiri ribut masalah Tanjakan Setan yang katanya gak jauh dari Kandang Badak tapi gak nyampe-nyampe. Tapi berkat kesabaran dan ketekunan akhirnya nyampe juga di Tanjakan Setan. Dan di sini saya lihat puncak Gunung Pangrango. Subhanallah..

Puncak Pangrango dari Tanjakan Setan- Gunung Gede Pangrango

Puncak Pangrango dari Tanjakan Setan- Gunung Gede Pangrango

Puncak Pangrango dari Tanjakan Setan- Gunung Gede Pangrango

Puncak Pangrango dari Tanjakan Setan- Gunung Gede Pangrango

Puncak Pangrango dari Tanjakan Setan- Gunung Gede Pangrango

Puncak Pangrango dari Tanjakan Setan- Gunung Gede Pangrango

 

Dan this is it, TANJAKAN SETAN.

 Tanjakan Setan- Gunung Gede Pangrango

Tanjakan Setan- Gunung Gede Pangrango

 Tanjakan Setan- Gunung Gede Pangrango

Tanjakan Setan- Gunung Gede Pangrango

 Tanjakan Setan- Gunung Gede Pangrango

Tanjakan Setan- Gunung Gede Pangrango

 Tanjakan Setan- Gunung Gede Pangrango

Tanjakan Setan- Gunung Gede Pangrango

 Tanjakan Setan- Gunung Gede Pangrango

Tanjakan Setan- Gunung Gede Pangrango

 Tanjakan Setan- Gunung Gede Pangrango

Tanjakan Setan- Gunung Gede Pangrango

 Tanjakan Setan- Gunung Gede Pangrango

Tanjakan Setan- Gunung Gede Pangrango

 Tanjakan Setan- Gunung Gede Pangrango

Tanjakan Setan- Gunung Gede Pangrango

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Perjuangan belum selesai, Jenderal!

Dari sini ke puncak Gede butuh waktu 30-60 menit. Medannya lebih terjal, dominasi pasir dan tanah, dan banyak jalur nya. Hati-hati kita bisa saja tersasar di sini. Apalagi kalo berangkat malam hari. Untuk itu senter dan orang yang pengalaman naik sangat membantu di trek ini. Bagaimana keadaan puncak gede? Tunggu tulisan selanjutnya.

Magel Kaman Pahele #1

Menulis cacatan perjalanan ini begitu malas. Mengapa? Karena buat saya, perjalanan ini lebih asik untuk dikenang, dibayangkan dan diceritakan langsung.

Mentari sudah mulai lelah dari aktivitasnya dan dengan ramahnya meninggalkan saya sore itu untuk tidur. Sedangkan saya haru menyiapkan terpal, membeli roti tawar, membawa matras dan tentunya menyiapkan barang yang harus saya bawa.

Persiapan

Persiapan. Pembagian Barang Bawaan

Malam ini saya dan dua sepupu, dua teman SD, dan satu teman gak jelas beranjak menuju Cibodas. Kaki gunung Gede Pangrango. Kami berangkat jam 11.30 malam dan sampai di kawasan puncak jam 01.00. Sebelum memulai pendakian, kami isi perut dulu di warung sate maranggi di kawasan Cipanas. Setelah isi perut, perjalanan kami teruskan.

Sampai di Cibodas, kami bertemu seorang teman lama yang juga pengurus green ranger untuk urus mengurus perijinan. Satu jam kami bercakap-cakap dengan teman lama. Tak ingin ketinggalan momen, kami bersegara melangkahkan kaki dari pos pertama Taman Nasional Gunung Gede Pangarango menuju puncak Gede.

Perjalanan Malam

Perjalanan Malam

Ini, kali pertama saya naik gunung. Rasanya? Nervous. Saya emang agak gak beres dalam setiap hal yang berbau first time. Tapi tenang saja, semua punya penangkalnya. Gampang saja, dan semoga ini juga bisa berlaku bagi yang lain. Semua itu berawal dari niat. Niat saya naik gunung adalah ingin jalan-jalan, refreshing, gak ada yang lain. Di Gunung dan di rumah sama saja. Bedanya, kalo di rumah kita berjalan di jalan datar, kalo di gunung ya nanjak. That’s it. Masalah selesai, nervous saya hilang.

Bagaimana masalah dingin? Nah, ini agak unik. Menurut saya gak ada standar baku bagaimana cara menghalau dingin di gunung. Yang baku untuk masalah dingin dan tidak dingin itu Cuma beberapa point:

  1. Kalo badan dipake gerak/ naik rasa dingin gak akan kerasa. Walopun kita naik gak pake baju sama sekali.
  2. Dingin itu menyerang di kuping, telapak tangan, dan telapak kaki. Jaket setebal apapun yang dipake, kalo ke tiga titik itu gak ditutup ya keneh-keneh ketel alias sami mawon.
???????????????????????????????

Nampang Dikit

Urusan dingin di gunung, Cuma dua perkara itu yang baku dan pasti. Selebihnya, kita yang lebih mengetahui kemampuan badan kita melawan hawa dingin. Kenapa? Karena ada orang yang kamarnya saban hari pasang ac di angka 16-18 derajat. Di atas itu buat dia panas. So kita yang tahu apa saja yang perlu kita bawa. Selimut, jaket, bed cover, kasur Palembang, pemanas listrik, dll. Tapi saran saya, bawalah sarung.

Lanjut.

Entah di pos berapa saya berhenti untuk melakukan sholat Subuh. Tapi kalo gak salah nama pos-nya Pacancangan. Di sana saya buka terpal truk yang tadi dibawa sebagai alas sholat. Alhamdulillah, ternyata gak Cuma rombongan saya yang ikut, romgongan lain pun turut ikut. Dan, sholat berjamaah dilakukan beberapa kloter.  Karena ternyata banyak juga pendaki yang menjalankan kewajiban ini.  Bahkan kami juga sempat  meminjamkan sarung  kepada pendaki lain.

Saat terpal saya dan kain sarung teman saya dipakai sholat orang lain, saya dari kejauhan sembari menahan dingin dan capek serta sejenak melihat taburan galaksi yang sepertinya tanpa penghalang berharap semoga perjalanan ini diberkahkan dan semoga kami mendapatkan pahala dari aktivitas kami. (lagi bener nih dikit, hehehe)

???????????????????????????????

Track-nya

Kami pun melanjutkan perjalanan. Pos selanjutnya adalah Kandang Batu. Pacancangan adalah pos terakhir kita bisa menemukan sumber air. Dari pancancangan ke Kandang Batu gak ada sumber air lagi, apalagi Indomaret. Track Pacancangan – Kandang Batu adalah track paling jauh dengan medan paling berat. Derajat kemiringannya cukup maknyus dan menguras tenaga terutama lutut.

Karena ini kali pertama saya naik gunung, maka saya lakukan berbagai macam eksprimen. Dari eksperimen nyobain sepatu TNI yang berat dan sukses membuat kaki keram terus saya tinggalin itu sepatu di semak-semak 30 meter dari Pancancangan sampe nyobain mendaki gaya sedikit jalan sedikit berenti, gaya jalan secepat mungkin terus istirahat, terakhir gaya jalan setapak demi setapak dengan istirahat sebentar tanpa duduk. Dari berbagai eksperimen ini, saya menarik beberapa kesimpulan (macam skripsi aja).

  1. Pakailah sepatu naik gunung. Karena Anda bebas menjejak apa saja tanpa harus takut slip dan tergores batu. Memakai sandal gunung beresiko tergores batu.
  2. Pakai teknik yang paling akhir. Teknik ini buat saya amat sangat ampuh karena teknik ini mengurangi kita dari konsumsi air terlalu banya akibat tingkat capek yang tidak terlalu parah.
IMG-20130909-WA0076

Istirahat dong, Beib.

Track Pancangan – Kandang Batu sukses membuat muka saya pucat. Kurang oksigen, plus jalan sembari eksperimen, dan yang paling penting belum sarapan menambah kesuksesam saya. Kami berhenti istirahat. Benar-benar istirahat. Makan roti tawar plus susu kental manis dan minum air. Lepas istrihat saya konstan memakai tekknik yang terakhir sembari mengatur nafas mencoba memperoleh kebaikan oksigen murni pagi hari. Suyukur-syukur bisa oksigen ini bisa gantiin warna paru-paru saya.

IMG-20130909-WA0074

Masak Memasak

Kami pun sampe di pos Air Panas. Namanya pos air panas. Kami harus melewati air terjun kecil tapi lebar. Kiri kami air panas mengucur , kanan kami jurang menganga, dan di bawah kami air panas mengalir. Ini air, air panas. Bukan anget, bukan suam-suam kuku. Jadi kalo kaki kepleset dikit aja, ya rasanya hampir sama kayak kesiram air panas dispenser. Kami harus berjalan kurang lebih 10 meter bersama si air panas ini.

20 menit lepas air panas, kami bertemu kandang batu.  Di sini kami istirahat besar ke dua. Masak nasi, masak telor dadar kornet, dan masak indomie. Wuiiihhh.. Mantab jaya!. Menikmati kesejukan suasana gunung gede sambil ditemenini suara-suara merdu dari alam saya pun tertidur. Ya, saya gak makan karena mag saya kambuh. Pusing kepala merajalela. Indomaret jauh.  Obatnya Cuma tidur.

???????????????????????????????

Yang Lain Tidur, Saya Bangun

Sejam setengah kemudian saya bangun. Alhamdulillah keadaan segar. Kepala enteng dan mata berbinar-binar. Saya teruskan makan. Teman-teman tidur kecuali si Ari. Selepas makan saya buat jahe susu. Duduk di pilar bareng si Ari, menyeruput jahe susu nikmat sambil dengerin radio. Ya, radio di hp canggih saya mampu menangkap satu satunya stasiun radio yang sinyalnya bisa ditangkap di gunung Gede. Radio asal dari Karawang. Musiknya, music tradisonal sunda. Masya Allah.. Kurang lengkap apa coba hidup ini. Sampe saya kepikiran buat ngerubah gaya slayer saya jadi kesunda-sundaan.

Di sana yang melek Cuma saya dan Ari. Kami duduk dipilar yang sengaja dibuat untuk duduk sembari menyapa para pendaki yang maju terus menuju kandang badak. “Istirahat dulu, kang..”, Nyicipin jahe susu, kang…”, “Silakan duluan, hati-hati, kang…”. Itu lah beberapa patah kata yang terlontar dari mulut kami saat pendaki lain lewat. Beberapa pendaki ada yan terus melajua, tapi ada juga yang meng-iyakan tawaran kami. Dia menyeruput sedikit jahe susu yang saya buat. Yang terakhir ini yang paling bikin seneng, kita macam ketemu sodara aja di gunung.

IMG-20130909-WA0046

Pilar Tempat Nongkrong

FYI, hari di mana kami naik ternyata adalah hari pertama Gunung Gede dibuka untuk umum setelah tutup libur lebaran. Jadi pendaki 3 hari itu, Jumat, Sabtu, Minggu bergelimpangan. Konon menurut teman lama kami kurang lebih tercatat 400-600an orang yang bakal naik di 3 hari itu. FYI lagi, sumber terdekat di Kandang Batu berasal dari sebuah sungai yang alirannya hangat. Hangat karena bercampur air panas dan otomatis ada belerangnya. Usahakan jangan diminum ni air. Bikin tenggorokan gatel. Sumber air yang seger ada di 50 meter dari Kandang Batu menuju Kandang Badak (ke atas). Airnya seger dan dingin.  Jadi, Kandang Batu itu bisa dibilang punya dua sumber air.

Nah, ini yang membuat kita bilang Subhanallah. Di tempat yang dingin dan di area yang sama Allah sediakan dua sumber air yang begitu banyak manfaat. Air panas untuk menghilangkan dingin, air dingin untuk masak. Dari sini, menurut saya tempat

Si Ari Yang Masih Melek

Si Ari Yang Masih Melek

camping yang paling ajib itu Kandang Batu. Sagala aya. Cuma indomaret doang yang gak ada.

Hari mulai semakin gelap. Sang mentari pun sudah mau pamit. Perjalanan diputuskan dilanjutkan ke Kandang Badak. Pos perkemahan paling dekat dengan puncak Gede.

IMG-20130909-WA0033

Berangkatlah Kita.